Abu Bakar bin Abu Quhafah, turunan bani Taim bin Murrah,
bin Kaab, bin Luai, bin Kalb Al-Qurasyi. Pada Murrah bertemulah nasabnya dengan
Rasul. ibunya Ummul Khair Salma binti Sakhr bin Anrir, turunan Taim bin Murrah
juga . Dia lahir pada tahun kedua dari tahun gajah, jadi dua tahun lebih tua
Rasulullah daripadnya. Sejak mudanya telah masyhur budinya yang tinggi dan
perangai- nya yang terpuji. Dia sanggup menyediakan segala bekal rumah-
tangganya dengan usahanya sendiri. Sebelum Rasulullah diutus, persahabatan
mereka telah karib juga.
Tatkala
telah ditetapkan beliau menjadi Nabi, maka Abu Bakarlah laki-laki dewasa yang
mula-mula sekali mempercayainya. Rasulullah paling sayang dan cinta kepada
sahabatnya itu, kerana dia adalah sahabat yang setia dan hanya satu-satunya
orang dewasa tempatnya mesyuarat di waktu pejuangan dengan kaum Quraisy sangat
hebatnya.
Tiap-tiap
orang besar mempunyai kelebihan sendiri, yang akan diingat orang bila menyebut
namanya. Abu Bakar masyhur dengan kekuatan kemahuan, kekerasan hti, pemaaf
tetapi rendah hati, dermawan dan berani bertindak lagi cerdik.
Di
dalam mengatur pemerintahan, meskipun tidak lama, masyhur siasatnya yang
mempunyai semboyan keras tak dapat dipatahkan, lemah lembut tetapi tak dapat
disenduk. Hukuman belum dijatuhkan sebelum pemeriksaan memuaskan hatinya, sebab
itu diperintahkan- nya kepada wakil-wakilnya di tiap-tiap negeri supaya jangan
tergesa-gesa menjatuhkan hukum.
Salah
menghukum seseorang hingga tidak jadi terhukum, lebih baik daripada salah hukum
yang menyebabkan yang tidak bersalah sampai terhukum. Meskipun sukar hidupnya,
pantang benar baginya mengadukan halnya kepada orang lain.
Tidak
ada orang yang tahu kesusahan hidupnya, kecuali beberapa orang sahabatnya yang
karib yang senantiasa memperhatikan dirinya, sebagai Umar. Setelah dia diangkat
menjadi Khalifah, beberapa bulan dia masih rneneruskan pemiagaannya yang kecil
itu. Tetapi kemudian ternyata rugi, sebab telah menghadapi urusan negeri
sehingga dengan permintaan orang banyak, pemiagaan itu iberhentikannya dan dia
mengambil kadar belanja tiap hari daripada wang negara.
Jadi
Khalifah
Rasulullah
memegang dua jabatan, pertama menyampaikan kewajiban sebagai seorang pendakwah.
Kedua bartindak selaku ketua kaum Muslimin. Kewajiban pertama telah selesai
seketika dia menutup mata, tetapi kewajiban yang kedua, menurut partimbangan
kaum Muslimin ketika itu perlu disambung oleh yang lain, kerana suatu umat
tidak dapat tersusun persatuannya kalau mereka tidak mempunyai pemimpin. Sebab
itu perlu ada gantinya (khalifahnya).
Belum
lagi Rasulullah dikebumikan, telah timbul dua macam pendapat. Pertama ialah
menentukan pangkat Khalifah itu di antara kaum keluarga Rasulullah yang
terdekat.Pendapat pertama ini terbagi dua pula. Pertama rnenentukan pangkat
Khalifah itu dalam persukuan Rasulullah. Kedua hendaklah ditentukan di dalam
rumahtangganya yang sekarib-karibnya. Di waktu dia menutup mata adalah orang
yang paling karib kepadanya saudara ayahnya; Abbas bin Abdul Muttalib dan anak
saudara ayahnya Ali dan Aqil, keduanya anak Abu Thalib. Kelebihan Ali daripada
Abbas dan Aqil ialah kerana dia menjadi menantu pula dari Rasulullah, suami
dari Fatimah. Kelebihan Abbas ialah dia waris yang paling dekat kepada beliau.
Artinya jika sekiranya tidaklah ada beliau meninggalkan anak dan isteri, maka
Abbas itulah yang akan menjadi ashabah (waris yang menerima sisa harta) yakni
kalau harta Rasulullah boleh diwariskan.
Pendapat
kedua: Khalifah hendaklah orang Ansar. Setelah Rasulullah wafat, berkumpulah
kepala-kepala kaurn Ansar di dalam sebuah balairung kepunyaan bani Saidah, balk
Ansar pihak Aus mahupun Ansar dari persukuan Khazraj. Maksud mereka hendak
memilih Saad bin Ubadah menjadi Khalifah Rasulullah, sebab dialah yang paling
terkedahapan dari pihak kaum Ansar ketika itu.
Apa
lagi Saad sendiri telah berpidato kepada mereka yang menganjurkan bagaimana
keutamaan dan kemuliaan kaum Ansar, terutama dalam membela Rasulullah dan
mempertahankan agama Islam, sehingga beroleh gelar Ansar, artinya pembela,
tidak ada orang lain yang berhak menjabat pangkat itu melainkan Ansar.
Perkataannya itu sangat mendapat perhatian dari hadirin, semuanya setuju.
Tetapi salah seorang di antara yang hadir bertanya: Bagaimana kalau
saudara-saudara kita orang Quraisy tidak setuju, dan sekiranya mereka kemukakan
alasan bahwa merekalah kaum kerabat yang karib dan ahli negerinya, apa jawab kita?
Seorang Ansar menjawab saja dengan cepat: Kalau mereka tidak setuju, lebih baik
kita pilih saja seorang Amir dari pihak kita dan mereka pun memilih pula Amir
dari pihaknya, dan kita tidak mahu dengan aturan yang lain.
Saad
membantah sangat pendapat itu, dia berkata: Itulah pangkal kelemahan. Berita
permesyuaratan itu lekas sampainya kepada orang-orang besar dalam Muhajirin,
sebagai Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan lain-lain. Sebentar itu juga dengan
segera mereka pergi ke balairung itu. Baru saja sampai Abu Bakar terus
berpidato: Allah Taala telah memilih Muhammad menjadi RasulNya, membawa
petunjuk dan kebenaran. Maka diserunyalah kita kepada Islam, dipegangnya
ubun-ubun kita semuanya dan dipengaruhinya baiat kita.
Kamilah
kaum Muhajirin yang mula-mula memeluk Islam, kamilah keluarga Rasulullah, dan
kamilah pula suatu kabilah yang boleh dikatakan menjadi pusat perhubungan semua
kabilah di Tanah Arab ini, tidak ada satu kabilah pun yang tidak ada
perhubungannya dengan kami. Dan kamu pula, kamu mempunyai kelebihan dan
keutamaan. Kamu yang membela dan menolong kami, kamulah wazir-wazir besar kami
di dalam pekeriaan besar agama ini, dan wazir Rasulullah, kamulah saudara
kandung kami di bawah lindungan Kitabullah, kamu kongsi kami dalam agama, baik
di waktu senang apa lagi di waktu susah. Demi Allah, tidak ada kebaikan yang
kami dapati, melainkan segala kebaikan itu kamu pun turut menanamnya. Kamulah
orang yang paling kami cintai, paling kami muliakan, dan orang-orang yang
paling patut takluk kepada kehendak Allah mengikut akan suruhNya.
Janganlah
kamu dengki kepada saudara kamu kaum Muhajirin, sebab kamulah sejak dahulunya
orang yang telah sudi menderita susah lantaran membela kami. Saya percaya
sungguh, bahwa haluan kamu belum berubah kepada kami, kamu masih tetap cinta
kepada Muhajirin. Saya percaya sungguh, bahwa nikmat yang telah dilebihkan
Tuhan kepada Muhajirin ini tidak akan kamu hambat, saya percaya sungguh bahwa
kamu tidakkan dengki atas ini: Sekarang saya serukan kamu memilih salah seorang
daripada yang berdua ini, iaitu Abu Ubaidah atau Umar, keduanya saya percaya
sanggup memikulnya, dan keduanya memang ahlinya.
Setelah
selesai pidato Abu Bakar itu, maka berdirilah Khabbab bin Al-Munzir berpidato
pula:Wahai sekalian Ansar, pegang teguh hakmu, seluruh manusia di pihakmu dan
membelamu, seorang pun tidak ada yang akan berani melangkahi hakmu, tidak akan
diteruskan orang suatu pekerjaan, kalau kamu tak campur di dalam. Kamu ahli
kegagahan dan kemuliaan, kaya dan banyak bilangan, teguh dan banyak pengalaman,
kuat dan gagah perkasa. Orang tidak akan melangkah ke muka sebelum melihat
gerak kamu. Kamu jangan berpecah, supaya maksud kita jangan terhalang. Kalau
mereka tidak hendak memperhatikan iuga, biarlah mereka beramir sendiri dan kita
beramir sendiri pula.
Mendengar
itu Umar lalu menyambung pembicaraannya: Jangan, itu sekali-kali jangan
disebut: Tidak dapat berhimpun dua kepala dalam satu kekuasaan. Khabbab berdiri
kembali:Sekalian Ansar! Pegang teguh hakmu jangan undur, jangan didengarkan
cakap orang ini dan kawan- kawannya, lepas hakmu kelak. Hebat sekali
pertentangan Umar dengan Khabbab. Dengan tenang Abu Ubaidah tampil ke muka dan
berkata: Kaum Ansar! Ingatlah bahwa kamu yang mula-mula menjadi pembela dan
penolong, rnaka ianganlah kamu pula yang mula-mula menjadi pemecahan dan
penukar. Dengan tangkas Basyir bin Saad tampil ke muka, dia seorang yang
terpandang dalam golongan Ansar dari Aus: Wahai kaum Ansar, memang, demi Allah,
kita mempunyai beberapa kelebihan dan keutamaan, di dalam pejuangan yang telah
ditempuhi oleh agama ini. Tetapi ingatlah, pekerjaan besar itu kita lakukan
bukanlah lantaran mengharap yang lain, hanyalah semata-mata mengharapkan redha
Allah dan taat kepada Nabi kita, untuk penunjukan diri kita masing-masing
kepada Tuhan!
Sebab
itu tidaklah patut kita me- manjangkan mulut menyebut-nyebut jasa itu kepada
manusia, jangan diambil menyebut-nyebut jasa itu untuk peningkat dunia.
Ingatlah bahwa Allah telah memberi kita kemuliaan dan pertolongan bukan
sedikit. Ingat pula bahwa Muhammad itu terang dari Quraisy, kaumnya lebih
berhak menjadi penggantinya mengepalai kita. Demi Allah, saya tidak mendapat
satu jalan untuk menentang mereka pada pekejaan yang telah terang ini. Takutlah
kepada Allah, jangan bertingkah dengan saudara-saudara kita Muhajirin, jangan
berselisih! Majlis tenang!
Ketika
itu berkatalah Abu Bakar: Ini ada Abu Ubaidah dan Umar, pilihlah mana di antara
keduanya yang kamu sukai dan baiatlah! Dengan serentak keduanya
membantah:Tidak, tidak. Demi Allah, kami tidak akan mahu menerima pekerjaan
besar ini selama engkau masih ada, engkaulah orang Muhajirin yang lebih utama,
engkaulah yang berdua saja dengan dia di dalam gua ketika terusir, engkaulah
yang ditetapkannya menjadi gantinya sembahyang seketika dia sakit, ingatlah
bahwa sembahyang itu seutama-utama agama orang Islam! Siapakah yang akan berani
melangkahimu dan memegang pekerjaan ini…? Tadahkan tanganmu, kami hendak
membaiatkan engkau!
Lalu
Umar mengambil tangannya dan membaiatnya, setelah itu mengikut Abu Ubaidah,
diiringi oleh Basyir bin Saad. Basyir dari golongan Ansar persukuan Aus, Saad
bin Ubadah dari persukuan Khazraj, Aus jauh lebih kecil persukuannya daripada
Khazraj. Kalau sekiranya jadi pekerjaan Khalifah diberikan kepada Ansar, tentu
Aus selamanya tidak juga akan mendapat giliran kerana kecilnya. Ini kelak akan
mendatangkan fitnah juga dalam negeri Madinah, menimbulkan permusuhan zaman
jahiliyah. Inilah yang ditimbang oleh Basyir ketika berpidato itu.
Demi
melihat Basyir membaiat, maka berduyun-duyunlah anggota Aus yang lain mem-
baiat Abu Bakar. Melihat itu, maka anggota-anggota Khazraj pun telah
terpengaruh pula oleh.semangat pertemuan itu, kesemuanya tampil ke muka
membaiat Khalifah yang tercinta itu, sehingga Abu Ubaidah yang duduk bersandar
ke dinding kerana tidak boleh berdiri lantaran demam, hampir terpijak. Adapun
Ali bin Abu Thalib, ia tidak hadir di situ, lantaran sedang menjaga jenazah
Rasulullah, dan ketidak-hadirannya itu menjadi alasan pula baginya untuk tidak
turut membaiat. Melihat ramai pihak yang telah datang berduyun-duyun membaiat
Abu Bakar, maka bani Hasyim pun tidaklah dapat mengelakkan diri lagi, apalagi
setelah mereka mengerti bahwa khalifah itu bukanlah sama dengan pangkat
kenabian.
Insaflah
mereka bahwa perkara ini bukan perkara urusan keluarga, tetapi urusan siapakah
orang yang paling mulia di sisi Nabi, padahal mereka semuanya memang mengakui
akan keutamaan Abu Bakar Apakah lagi suatu kelebihan yang lebih utama daripada
meniadi wakil Rasulullah bersembahyang di waktu sakitnya. Kalau Rasulullah
sendiri telah percaya kepadanya dalam urusan dunia, iaitu memerintah umat, Ali
sendiri pun akhimya mem- baiatnya juga, iaitu beberapa waktu setelah wafat
isterinya Fatimah binti Rasulullah itu.
Pidato
Abu Bakar
Setelah
selesai orang membaiat itu, Abu Bakar pun berpidatolah, sebagai sambutan atas
kepercayaan orang banyak kepada dirinya itu, penting dan ringkas:Wahai manusia,
sekarang aku telah menjabat pekerjaan kami ini, tetapi bukanlah aku orang yang
lebih baik daripada kamu. Maka jika aku lelah berlaku baik dalam jabatanku,
sokonglah aku. Tetapi kalau aku berlaku salah, tegakkanlah aku kembali.
Kejujuran adalah suatu amanat, kedustaan adalah suatu khianat. Orang yang kuat
di antara kamu, pada sisiku hanyalah lemah, sehingga hak si lemah aku tarik
daripadanya. Orang yang lemah di sisimu, pada sisiku kuat, sebab akan ku
ambilkan daripada si kuat akan haknya, Insya Allah. Janganlah kamu suka
menghentikan jihad itu, yang tidak akan ditimpa kehinaan. Taatlah kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi kalau aku langgar
perintahNya, tak usahlah aku kamu taat dan ikut lagi. Berdirilah sembahyang,
moga- moga rahmat Allah meliputi kamu.
Tentera
Usamah
Bukanlah
urusan baiat yang sulit itu saja bahaya yang menimpa umat Islam sewafat
Rasulullah. Tetapi baru saja tersiar khabar kematian itu ke seluruh benua Tanah
Arab bergeraklah orang-orang munafik yang hendak mencari keuntungan diri
sendiri, timbullah golongan kaum murtad dan Nabi-nabi palsu, semuanya hendak
memberontak melepaskan diri daripada persatuan Islam yang baru tegak itu.
Sedang kaum Muslimin sendiri ketika itu di dalam susah besar dan kemasyghulan
lantaran kematian Nabi.
Kaum
pemberontak itu baru saja memeluk Islam, mereka belum tahu hakikat agama,
masuknya ke agama hanya dipengaruhi gerakan ramai, dan segan kepada kekuasaan
Nabi. Tentu saja setelah Nabi wafat mereka hendak belot. Ada satu golongan pula
yang sudi mendirikan sembahyang, tetapi tidak hendak mengeluarkan zakat lagi.
Demikian besar bahaya yang sedang mengancam, sedikit pun tidak kelihatan perubahan
muka Abu Bakar. Ada orang mengatakan kepadanya supaya orang-orang yang tidak
sudi mengeluarkan zakat itu tak usah diperangi, kerana mereka masih sudi
sembahyang. Tetapi dengan tegas beliau berkata: Tidak, penderhaka yang hendak
memperbedakan sembahyang dengan zakat itu mesti kuperangi juga, walau saya akan
dihambat dengan ikatan sekalipun.
Tetapi
sebelum mengatur persiapan memerangi pemberontak- pemberontak itu, Abu Bakar
lebih dahulu hendak menyempurnakan angkatan perang di bawah pimpinan Usamah
yang usianya masih terlalu muda, baru kira-kira 17 tahun. Dia diangkat oleh
Rasulullah menjadi kepala perang, tetapi pejalanannya diundurkan lantaran
kematian Rasulullah. Banyak ketua-ketua Quraisy menjadi perajurit di bawah
perintahnya. Demi setelah Rasulullah wafat, Umar meminta supaya pengiriman
Usamah itu diundurkan saja kerana banyak yang lain yang lebih penting, atau
tukar dengan kepala tentera yang lebih tua.
Dengan
gagah dia mendekati Umar dan menunjukkan kuasa dan kekerasannya kepada
sahabatnya itu: Celaka engkau, wahai anak si Khattab, Rasulullah sendiri yang
mengangkat dia, belum lama lagi dia terkubur, engkau menyuruh saya mengubah
perintahnya? Pemberangkatan Usamah itu dilangsungkan juga. Dia pergi ke tempat
perhentian perajurit Usamah untuk melepaskan mereka. Ketika dia memberikan
pesannya yang penting-penting kepada Usamah, Usamah di atas kenderaannya dan
beliau berjalan kaki. Biarlah hamba turun ke bawah dan paduka naik ke atas
kenderaan ini, kata Usamah. Tidak, jawab beliau, Belumlah akan mengapa jika
kakiku kena debu beberapa saat di dalam menegakkan jalan Allah. Setelah itu
dimintanya kalau boleh Usamah mengizinkan Umar tinggal di Madinah, tidak jadi
pergi berperang, kerana Umar perlu benar baginya untuk teman di dalam mengatur
siasat negeri. Maka permintaan itu dikabulkan oleh Usamah.
Tidaklah
mahu Khalifah itu memerintahkan kepada ketua perang yang telah diserahinya
pimpinan itu supaya Umar jangan dibawa, melainkan dimintanya. Ketika mereka
akan berangkat itu beliau berpidato: Jangan khianat, jangan mungkiri janji,
jangan dianiaya bangkai musuh yang telah mati, jangan dibunuh anak-anak, orang
kua dan perempuan. Jangan dipotong batang kurma, jangan dibakar dan jangan
di-tumbangkan kayu-kayuan yang berbuah, jangan disembelihi saja kambing, sapi
dan unta, kecuali sekadar akan dimakan. Kalau kamu bertemu dengan suatu kaum
yang telah menyisihkan dirinya di dalam gereja-gereja hendaklah dibiarkan saja.
Jika
engkau bertemu dengan suatu kaum yang bercukur tengah-tengah kepalanya dan tinggal
tepinya sebagai lingkaran, hendaklah perangi! Kalau diberi orang makanan
hendaklah bacakan nama Allah seketika memakannya. Hai Usamah, berbuatlah apa
yang diperintahkan Nabi kepadamu di negeri Qudhaah itu, dan jangan engkau
lalaikan sedikit pun perintah-perintah Rasulullah. Setelah dilepaskan tentera
itu di Jaraf, beliau kembali ke Madinah.
Usamah
pun berangkat dikepungnyalah negeri Qudhaah itu, empat puluh hari lamanya
pertempuran hebat dengan musuh, maka dia pun kembali dengan kemenangan. Tentera
ke Qudhaah ini bukan sedikit memberi kesan kepada musuh-musuh yang lain, timbul
perkataan, kalau sekiranya kaum Muslimin tidak mempunyai ke- kuatan, tetu
mereka tidak akan mengirim tentera ke negeri Qudhaah lebih dahulu sebelum
menaklukkan yang lain. Akan huru-hara di segala pihak yang telah ditimbulkan
oleh kaum murtad itu, yang agaknya bagi orang lain boleh mendatangkan kekusutan
fikiran, oleh beliau ditunggu saja dengan tenang ketika yang balk. Ditunggunya
Usamah pulang, kerana di sana terletak sebahagian besar kekuatan.
Setelah
kembali dengan kemenangan- nya, maka Usamah dan tenteranya disuruhnya
istirahat, kerana beliau hendak menyelesaikan lebih dahulu kekusutan yang
ditimbulkan oleh kaum Absin dan Dhabyaan di luar Madinah, yang mencuba hendak
memberontak pula. Pimpinan kota Madinah diserahkan kepada yang lain dan beliau
sendiri pergi menaklukkan kedua kaum itu kembali, hingga tunduk. Setelah itu
barulah diatumya tentera untuk mengalahkan kaum-kaum perusuh pemberontak itu.
Tentera itu disuruh ke Dzul Qisah, kira-kira 10 batu dari Madinah, menghadap ke
Najd. Di sanalah dibaginya 11 buah bendera kepada 11 orang kepala perang:
1.
Kepada Khalid bin Al-Walid, pergi memerangi Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi di
negeri Bazaakhah. Kalau telah selesai di sana, teruskan mengalahkan Malik bin
Nuwairah di negeri Batthaah.
2.
Ikrimah bin Abu Jahal, memerangi Musailamah di Yamamah.
3.
Di belakang Ikrimah disusuli oleh tentera Syurahbil bin Hasanah.
4.
Al-Muhajir bin Abu Umaiyah ke Yaman, mengalahkan Al-Aswad Al-Ansi.
5.
Huzaifah bin Mihsan mengalahkan negeri Daba di Uman.
6.
Arfajah bin Hartsamah ke negeri Muhrah.
7.
Suwaid bin Mukrin ke Ti~Mmah di Yaman.
8.
Al-Ala bin Al-Hadhramiy ke negeri Bahrein.
9.
Thuraifah bin Hajiz ke negeri bani Sulaim dan Hawazin.
10.
Amru bin Al-Ash ke negeri Qudhaah.
11.
Khalid bin Said ke tanah-tanah tinggi Syam.
Dengan
hati yang teguh dan kesetiaan kepala-kepala perang itu, di dalam masa yang
tidak berapa lama, seluruh pemberontakan dan huru-hara itu, yang ditimbulkan
oleh beberapa orang yang mengakui dirinya jadi Nabi, atau yang hendak mencari
keuntungan diri, me- mecahkan persatuan agama, telah dapat disapu bersih,
itulah salah satu daripada kemuliaan yang tak dapat dilupakan oleh tarikh
tentang diri Khalifah Rasulullah itu.
Menaklukkan
Parsi
Setelah
selesai huru-hara di dalam negeri itu, Mhalifah Rasulullah menghadap ke luar
negeri, menaklukkan negeri Parsi. Untuk itu telah diangkatnya kepala perang
besar yang masyhur Saifullah Khalid bin Al-Walid. Kalau kelak maksud ini
berhasil, perjalanan boleh di- teruskannya ke batas-batas Hindustan. Untuk
pembantunya diangkat Iyadh bin Ghanam, masuk dari utara Iraq. Penyerang Khalid
telah berhasil masuk di negeri Parsi, sejak dari pinggir sungai Fblrat, sampai
ke Ubullah, melinkungi Syam, Iraq dan Jazirah, demikian juga sebelah timur
sungai Furat. Di beberapa tempat pahlawan besar itu telah bertempur dengan
tentera-tentera Parsi, Rumawi dan Arab yang masih belum masuk kepada persatuan
besar ini. Namanya kian menakutkan musuh.
Namanya
lebih dakulu telah menggegarkan tempat yang belum dimasukinya. Kalau suatu
negeri ditaklukkannya, maka di sana diangkatnya seorang amir yang akan mengatur
kharaj (cukai) dari ahli zimmah. Namanya sangat dipuji oleh musuhnya sebab
orang tani dan pertaniannya tidak pernah digangunya melainkan dipeliharanya.
Lantaran itu jikalau dia masuk ke negeri Arab yang masih di bawah bendera
(protectorat) Parsi, orang di sana lebih suka diperintahnya dan belot dari
pemerintahan yang lama, sedang agama tidak diganggu. Sebab orang Arab di sana memeluk
agama Masihi. Kalau terjadi perang landing, menjadi kehinaan besar baginya
kalau perang itu hanya bertegang urat leher dari jauh menghabiskan tempoh, dia
lebih suka kepada permainan pedang, bertanding kepahlawanan, terutama dengan
kepala-kepala kaum itu. Sebab dengan demikian, tempoh perang dapat disingkat-
kan. Temannya Iyadh telah dapat menguasai Daumatul Jandal, sampai ke Iraq. Di
Hirah kedua kepala perang yang gagah itu bertemu.
Menaklukkan
Syam
Setelah
itu Abu Bakar mengirim surat kepada penduduk Makkah, Thaif, Yaman dan sekalian
negeri Arab, sampai ke Najd dan seluruh Hejaz disuruh bersiap untuk mengatur
suatu bala tentera besar, akan melakukan suatu peperangan yang besar, iaitu
menaklukkan negeri Syam, pusat kerajaan Rumawi pada masa itu. Mendengar seruan
itu orang pun bersiap. Sebagian besar kerana mengharapkan bertempur
mempertahankan agama, dan tentu tidak kurang pula yang mengharapkan harta
rampasan.
Kata
Ath-Thabari: Tiap-tiap ketua perang itu telah ditentukan tempat tinggal mereka
sebelum negeri itu dimasuki, buat Abu Ubaidah telah ditentukan Hems, buat Yazid
bin Abu Sufyan negeri Damsyik, buat Syurahbil bin Hasanah negeri Urdan
(Jordan), buat Amru bin Al-Ash dan Alqamah bin Al-Munzir negeri Palestin, Kalau
telah selesai, maka Alqamah akan meneruskan perjalanan ke Mesir.
Peperangan
yang paling masyhur hebat dan besamya ketika penaklukan Syam itu ialah
peperangan Yarmuk, iaitu suatu sungai besar. Di sanalah orang Rumawi dapat
membutikan bahwa musuhnya memang besar dan kekuatan mereka sendiri tidak ada
lagi. Sejak waktu itulah berturut-turut jatuh negeri Quds, Damsyik, Hems,
Humaat, Halab dan lain-lain. Sedianya peperangan ini tidaklah akan berakhir
begitu me- nyenangkan. Kerana telah berhari berpekan peperangan di Yarmuk itu
dilangsungkan, belum juga berakhir dengan balk. Sebab tiap-tiap ketua perang
itu mengendalikan tenteranya sendiri-sendiri, kepala perang besar untuk
menyatukan komando tidak ada. Padahal orang Rumawi telah bermaksud hendak
keluar dari benteng mereka me- lakukan serangan besar-besaran.
Waktu
iku datanglah Khalid bin Al-Walid dengan tiba-tiba, yakni setelah selesai
melakukan serangan- nya di Parsi. Dia mendapat surat Khalifah menyuruh lekas
pindah ke Rumawi. Setelah tiba di situ dikumpulkannya kepala-kepala perang dan
diadakannya pidato yang berapi-api untuk menaikkan semangat. Di antara
ucapannya:Saya tahu bahwa kamu semua telah dipecah- pecahkan oleh kemegahan
dunia. Demi Allah! Sekarang berhentikanlah itu, degarlah bicaraku! Hendaklah
pimpinan tentera disatukan, sehari si anu, sehari lagi si anu. Hari ini biar
saya, besok salah seorang di antara kamu. Orang-orang itu menerima.
Baru
saja tentera berada di bawah pimpinannya, sudah nampak alamat kemenangan,
sehingga besoknya tidak ada yang berani menggantikan lagi. Begitulah kemenangan
telah diperoleh di bawah pimpinan Khalid. Satu cubaan besar datanglah kepada
pahlawan itu seketika perang sangat hebatnya. Surat datang dari Madinah,
menyatakan bahwa Khalifah Rasulullah yang pertama wafat. Sekarang yang
memerintah ialah Umar, bukan Abu bakar lagi. Khalid mesti berhenti memimpin
peperangan, digantikan oleh Abu Ubaidah. Surat itu disimpannya saja sampai
peperangan berhenti, takut tentera akan kacau.
Setelah
kalah musuh dan menang kaum Muslimin, barulah dia datang kepada Abu Ubaidah,
mengucapkan salam kepada Amirul- Jaisy (kepala tentera). Dan dengan muka gagah
segala pimpinan diserahkannya, dia tetap menjadi seldadu biasa meneruskan per-
tempuran ke tempat-tempat yang lain. Seketika ditanyai orang, dengan megah
pahlawan itu berkata: Saya berperang bukan lantaran Umar! Laksana Basyir,
pahlawan Ansar tempoh hari itu pula mengatakan ahwa Ansar bertempur bukan
mencari megah dunia! Lebih dari 100,000 tentera Rumawi binasa waktu itu.
Wafatnya
Abu Bakar
Pada
7 haribulan Jumadil Akhir tahun ketiga belas Hijrah, beliau ditimpa sakit.
Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah beliau pada 21
haribulan Jumadil Akhir tahun 13H, bertepatan dengan tanggal 22 Ogos tahun 634
Masihiyah. Lamanya memerintah ialah 2 tahun 3 bulan 10 hari. Dikebumikan di
kamar Aisyah di samping makam sahabatnya yang mulia Rasulullah sallallaahu
alaihi wasallam!. (ar/dkh) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar